[ARTIKEL] PENGAKUAN NAPI TERORISME YANG 'MENOLAK' IKUT BAIAT ISIS: 'SAYA WAS-WAS SEKALI, KALAU LENGAH, BISA LEWAT'


Nota: Artikel dalam Bahasa Indonesia

PENGAKUAN NAPI TERORISME YANG 'MENOLAK' IKUT BAIAT ISIS: 'SAYA WAS-WAS SEKALI, KALAU LENGAH, BISA LEWAT'

Seorang terpidana mati kasus pengeboman Kedutaan Besar Australia, Ahmad Hassan, bercerita tentang ketakutannya saat menghindar dari baiat kelompok yang menyebut diri Negara Islam atau ISIS di penjara Nusakambangan.

Dua terpidana mati kasus pengeboman Kedutaan Besar Australia pada September 2004, Iwan Darmawan Munto alias Rois dan Ahmad Hassan, saat ini mendekam di dua penjara yang berbeda di Pulau Nusakambangan, Jawa Tengah.

Rois ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Batu yang disebut Kepala Lapas Erwedi Supriyatno sebagai "yang masih merah" atau radikal.

Sementara Hassan ditahan di Lapas Permisan, yang dikategorikan penjara pengamanan menengah, penjara untuk narapidana terorisme yang "telah menandatangani kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia".

Saat ini terdapat delapan lapas di Nusakambangan, dua di antaranya adalah penjara dengan pengamanan tingkat tinggi.
Hassan sempat berada dalam satu sel bersama Rois pada 2014, saat apa yang ia sebut sebagai puncak-puncaknya baiat anggota untuk masuk Jemaah Ansharut Daulah (JAD), yang berafiliasi dengan ISIS.

Mereka yang menolak untuk bergabung dengan kelompok yang didirikan oleh Aman Abdurrahman saat berada di Nusakambangan itu, dianggap "murtad", "dikafirkan" dan darahnya "halal sehingga berhak dibunuh sama mereka," cerita Hassan.

BBC mendapatkan izin dari Direktorat Jendral Pemasyarakatan untuk menyaksikan pertemuan korban pengeboman dengan dua terpidana mati, Rois dan Hassan.

Dalam kesempatan inilah kami mendengar juga cerita Hassan tentang ketakutannya setelah menolak untuk dibaiat sebagai pengikut ISIS.


Sumber: BBC News Indonesia - 19 Feb 2020


Oleh: Endang Nurdin


IKUTI KAMI ðŸ‘‡

"BERSATU MENENTANG EKSTREMIS!

Comments