[ARTIKEL] MENGAPA TERORIS TIDAK PERNAH HABIS?
[SIRI 1.1] MELURUSKAN KESALAHAN JIHAD VERSI TERORIS
SUMBER: ASY SYARIAH. 2017. EDISI KHUSUS 02 SERIAL INDONESIA SIAGA. OASE MEDIA. YOGYAKARTA: INDONESIA
2. Jihad tidak asal membunuh
Islam adalah agama rahmatan lil alamin.
Islam datang untuk membebaskan manusia dari kegelapan penyembahan terhadap
sesama makhluk menuju cahaya tauhid, yaitu memurnikan ibadah hanya untuk Sang
Pencipta alam semesta. Jihad disyariatkan untuk memerangi angkara murka
kekufuran, atau saat dakwah Islam yang mulia dihalangi, atau agama Allah
dihinakan. Jihad tidak asal membunuh dan tidak asal “yang penting berani”.
Jihad tidak pula dilakukan karena semata-mata dorongan emosi dan perasaan. Oleh
karena itu, dalam syariat Islam, sebelum berperang didahului oleh proses dakwah
dan ajakan untuk berislam yang disampaikan dengan cara damai dan santun.
Ketika peperangan terpaksa harus terjadi,
tidak semua orang dari pihak lawan boleh dibunuh. Wanita, anak-anak, lanjut usia,
dan orang-orang lemah yang tak terlibat perang tak boleh dibunuh. Demikian pula
tempat-tempat ibadah orang kafir, tidak boleh serta merta dihancurkan.
Demikianlah, Nabi S.A.W berpesan kepada panglima perang yang baginda utus
sebelum keberangkatannya. Baginda mengingatkan tentang rambu-rambu penting
terkait aturan jihad, antara lain tidak boleh curang, khianat, dan asal
membunuh. Baginda juga menjelaskan tahapan-tahapan yang harus dilakukan
terlebih dahulu terhadap musuh sebelum diperangi. Begitu pula, tidak semua
orang kafir boleh dibunuh. Ada syarat dan ketentuan baku dalam syariat tentang
siapa dan kapan orang kafir boleh dibunuh. Akan tetapi, hukum-hukum syariat
terkait dengan jihad fi sabilillah sudah tidak diperhatikan oleh para teroris
itu. Lihatlah bagaimana ketika mereka melakukan peledakan atau bom bunuh diri
di tempat-tempat umum. Siapa yang menjadi korban? Tak sedikit wanita dan
anak-anak ikut terbunuh. Demikian juga pada teror WTC 2001 dan bom Bali,
misalnya. Siapa yang menjadi korban? Ada juga wanita dan anakanak. Walaupun
wanita dan anak-anak tersebut dari pihak kafir, dalam ketentuan jihad Islam,
mereka tidak boleh dibunuh.
Dalam aksi-aksi terornya, para teroris
Khawarij mengklaim menargetkan orang kafir. Kenyataannya, tidak jarang
jenis-jenis orang kafir yang tak boleh dibunuh dalam ketentuan syariat Islam
turut menjadi korban. Sungguh, ini adalah tindakan pengkhianatan dan
bertentangan dengan akhlak Islam. Ada juga yang beralasan bahwa terbunuhnya
warga sipil adalah sematamata human error (kesalahan pelaksana), seperti yang
dinyatakan oleh pelaku bom Bali, Imam Samudra. Dia pun mengaku menyesal atas
hal tersebut. Akan tetapi, Imam Samudra juga mengatakan, “Dengan demikian
jelaslah bahwa (warga) “sipil” bangsabangsa penjajah yang pada asalnya tidak
boleh diperangi, berubah menjadi boleh diperangi karena adanya tindakan
melampaui batas yaitu pembantaian atas warga sipil yang dilakukan oleh bangsa
penjajah. Dengan demikian, tercapailah keseimbangan hukum dalam perlawanan dan
demikian jihad bom Bali tidak dilakukan secara asal-asalan dan serampangan.”
(Aku Melawan Teroris hlm: 116)
Perhatikan pemahaman serampangan Imam
Samudra ini. Dia menilai bahwa warga sipil muslim yang dibantai oleh orang
kafir, harus dibalas juga dengan membunuh warga sipil kafir, di mana pun
berada. Ini berarti Imam Samudra tidak lagi menilai warga asing yang masuk ke
Bali sebagai orang kafir mu’ahad atau musta’man. Tidak peduli pula, entah
wanita, entah anak-anak, menurutnya semua boleh dibunuh. Memang benar bahwa tak
sedikit dari orang-orang asing itu melakukan perbuatan-perbuatan yang
bertentangan dengan aturan syariat Islam. Namun, hal itu tidak bisa menjadi
alasan untuk membunuh mereka semuanya.
IKUTI KAMI 👇
https://al-haqcentre.blogspot.com/
https://twitter.com/alhaqcentre
https://instagram.com/alhaqcentre
.
"BERSATU MENENTANG KEGANASAN"
Comments
Post a Comment